Pada masa kecilnya, ia menuntut ilmu di Madrasah Jauharatun Naqiyyah Cibeber. Madrasah Jauharatun Naqiyyah adalah lembaga pendidikan terbaik di zamannya di daerah itu karena mengadopsi kurikulum madrasah di Makkah dengan 100% pelajaran kitab kuning.
TOKOH
KH Muhtadi Mawardi lahir 10 Agustus sekitaran tahun 1945 di Cibeber, Cilegon, Banten dari pasangan KH Mawardi dan Hj. Mahdiah binti Tubagus KH Muhsin.
Pada masa kecilnya, ia menuntut ilmu di Madrasah Jauharatun Naqiyyah Cibeber. Madrasah Jauharatun Naqiyyah adalah lembaga pendidikan terbaik di zamannya di daerah itu karena mengadopsi kurikulum madrasah di Makkah dengan 100% pelajaran kitab kuning.
Di madrasah itu ia masuk sekitar tahun 1955, mengenyam pendidikan Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah selama 12 Tahun. Di lembaga pendidikan itu pula ia mengkaji berbagai disiplin kitab dasar, menengah sampai lanjutan.
Selain sekolah diniyah di madrasah itu, ia juga mengaji kepada beberapa ulama Cibeber, yaitu KH Abdul Muhaimin (Tafsir Munir, Hikam, Ihya Ulumuddin dll), Tubagus KH Muhsin (Riyadul badi'iyyah dll), KH Baghowi (Alfiyah ibnu Malik, Fathul Mu’in dll).
Menurut cerita kepada putra-putranya, almarhum menerangkan di antara beberapa guru yang pernah ditimba ilmunya, yang paling mengesankan adalah pengasuh Madrasah Jauharatun Naqiyyah KH Abdul Muhaimin. Kiai itu selalu menganjurkan dan mengamalkan ibadah shalat pada awal waktu sehingga membekas di hatinya.
Di sela-sela belajar di madrasah Jauharatun Naqiyyah, beberapa kali ikut mondok dan pasanan di beberapa kiai dan ulama di Jawa Tengah.
Tahun 1962 dan 1966 mengaji ke Kiai Muhammad Asy’ari Magelang (Pasaran Sohih Bukhori)
Tahun 1964-1965 Mondok ke Tegalrejo di bawah asuhan Kiai Chudori (Kelas Fathul Wahab dan Mahalli)
Tahun 1967-1969 mengaji ke Kiai Muslih Mranggen (Pasanan kitab ushul fikih seperti Jam'ul Jawami, Lubbul Ushul dan Asybah wan Nadhair)
Sekitaran Tahun 1968 mengaji pasanan ke Kiai Sodiq Pemalang (Tafsir Jalalain)
Tahun 1970 bulan Syawal mondok di Kaliwungu, menghafal Al-Qur’an ke KH Ahmad Badhawi Abdurrasyid, dan keluar di Syawal tahun berikutnya, khatam dalam satu tahun.
Pengajaran Kiai Badhawi termasuk keras dan disiplin. Jika dalam setoran santri dua kali diingatkan masih lupa, maka akan disuruh mundur untuk mengulang di keesokan harinya.
Tahun 1971 hijrah ke Lampung selama dua tahun. Kemudian sepulang dari lampung silaturahim ke Kerawang, tepatnya ke rekan sepondok ketika di Kaliwungu, alm. H. Zaenal Abidin bin H. Hasan.
Tak disangka berjodoh dengan Hj. Imas Hamidah putri KH Zarkasyi, salah satu pemuka agama di daerah Cilamaya waktu itu.
Setahun setelah pernikahan lahir anak pertama, dan tiga tahun kemudian dibangunkan pondok oleh sang mertua, Kiai Zarkasyi, dan kemudian pondok tersebut diresmikan serta diberi nama oleh Kiai Ahmad Badawi kaliwungu, dengan nama Miftahul Khoirot.